PENYELISIHAN PERBURUAN
A. PENGERTIAN
Setiap pertentangan atau ketidak
sesuaian antara majikan dengan buruh mengenai hubungan kerja, syarat-syarat
kerja atau keadaan perburuhan.
Perselisihan perburuhan dibagi menjadi dua, yaitu perselisihan hak dan perselisihan
kepentingan. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena salah satu
pihak dalam perjanjian kerja. Perselisihan kepentingan adalah pertentangan
antara majikan dengan buruhkarena tidak adanya persesuaian paham mengenai
syarat-syarat kerja.
Dalam pasal 1 ayat 1 UU No 22
Tahun 1957, dalam kepustakaan perselisihan perburuhan dibedakn menjadi 2,
yaitu:
1.
Perselisihan hak.
2.
Perselisihan
kepentingan.
Perselisihan hak adalah
perselisihan yang timbul karena salah satu pihak dalam perjanjian perburuhan
tidak memenuhi isi perjanjian, peraturan majikan atau perundang-undangan.
Sedangkan perselisihan kepentingan adalah pertentangan antara majikan atau
perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh karena
tidak adanya persesuaianpaham mengenai syarat-syarat kerja.
B. PENYELESAIAN
PERSELISIHAN PERBURUHAN
Undang-undang darurat nomor 1 tahun
1951, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 memberikan kewenangan kepada Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan untuk menyelesaikan perselisihan hak
antara majikan dengan buruh. Apabila muncul perselisihan perburuhan, yang
pertama harus ditempuh adalah mengadakan perundingan antara pihak-pihak yang
berselisihan
PEMOGOKAN (STRIKE)
1. Pengertian
Adalah dengan sengaja melalaikan atau
menolak melakukan pekerjaan meskipun diperintah dengan sah enggan menjalankan
pekerjaan yang terus dilakukan karena perjanjian, baik yang tertulis ataupun
yang dengan lisan yang harus dilakukan kerena jabatan.
2.
Pemogokan Menurut
Hukum Positif di Indonesia
Pemogokakan merupakan jalan terakhir bagi penyelesaian
bagi penyelesaian-penyelesaian perburuhan, apabila semua jalan damai, yaitu
musyawarah menemui jalan buntu.
Penyelesaian perburuhan di
perusahaan vital diselesaikan oleh panitia Penyelsaian Pertikaian Perburuhan ysng
terdiri dari:
a)
Menteri Perburuhan
b)
Menteri Perhubungan
c)
Menteri Perdagangan
d)
Menteri
Perindustrian
e)
Menteri Keuangan
f)
Menteri Pekerjaan
Umum
UU No 22 Tahun 1957 tidak melarang pemogokkan.
Artinya tidak mengancam pelaku pemogokan dengan ancaman pidana. Sebelum
melakukan pemogokkan terlebih dahulu dipenuhi beberapa syarat yaitu:
a)
Benar-benar sudah
diadakan perundingan yang mendalam mengenai perselisihan antara serikat buruh
dan majikan.
b)
Benar permintaan
untuk berunding telah ditolak oleh pihak lainnya.
c)
Telah dua kali
dalam jangka waktu 2 minggu tidak bisa mengajak pihak lain untuk berunding.
3.
Faktor-faktor Penyebab Pemogokan
Berkembangnya hukum perburuhan
diawali adanya campur tangan penguasa (pemerintah) terhadap perjanjian yang
dibuat oleh buruh dan majikan. Tujuannya adalah untuk melindungi buruh yang
ekonominya lemah. Sebelum ada perjanjian tersebut dari pemerintah perjanjian
seorang buruh dengan majikan adalah perjanjian biasa. Artinya segala klausula yang
tercantum dalam perjanjian benar-benar kesepakatan para pihak.
Pemogokan sebagai alat (sarana)
untuk mencapai tujuan, muncul didahului oleh tuntutan buruh yang dikaitkan
dengan norma hukum perburuhan dibedakan menjadi:
1)
Tuntutan normatif
Adalah
yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan sebagai akibat pihak majikan tidak memenuhi kewajiban yang
diletakkan oleh peraturan perundangan. Contoh: Tunjangan hari raya dari majikan
akan tetapi tidak diberi untuk buruh akibatnya buruh menuntuk majikan.
2)
Tuntutan Tidak
Normatif
Tuntutan
yang tidak didasarkan pada ketentuan dalam peraturan yang terdapat dalam
perundang-undangan. Contoh: Tuntutan buruh melakukan pemecatan manager.
Selain dapat dilihat dari segi
normatif atau tidak normatif tuntutan buruh dalam melakukan pemogokan buruh
dapat dilihat dari segi:
1)
Bertendesi Ekonomi
Apabila
disini terjadi pemogokan dilaukan oleh buruh didasarkan pada tuntutan yang
bernilai uang. Misal buruh mogok supaya majikan menaikkan upah
2)
Bertendensi Non
Ekonomi
Pemogokan
yang dilakukan oleh buruh tidak didasarkan yang bernilai uang. Misalnya buruh
mogok menuntut supaya general manager perusahaan yang bersangkutan diputuskan
hubungan kerjanya.
Hasil penelitian di berbagai
tempat terdapat beberapa kesamaan mengenai faktor-faktor penyebab pemogokan
yaitu:
1)
Gagalnya
perundingan antar majikan dengan buruh mengenai hal yang diperselisihkan
2)
Kesewenang-wenangan
majikan
3)
Kesemrawutan
managemant yang menyebabkan buruh dijadikan obyek
4)
Pelanggaran hak-hak
buruh oleh majikan
C.
PENUTUPAN (LOCK OUT)
Adalah dimana pihak pengusaha atau
wakilnya dengan sengaja bertentangan dengan perjanjian perburuhan yang telah
atau perjanjian lisan yang telah diberikannya kepada pihak buruh, merintang
atau menghalang-halangi para buruh untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya
itu, dengan maksud agar buruh tunduk kepada peraturan atau tindakan-tindakan
pengusaha atau wakilnya, atau supaya para buruh segera menghentikan
tuntutan-tuntutannya sesuai dengan
Penetapan Presiden Nomor 7 Tahun 1963.
KESEHATAN KERJA
A. PENGERTIAN
Spesialisasi
dalam ilmu kesehatan/ kedokteran beserta praktiknya yang bertujuan agar
pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat derajat kesehatan
setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun social, dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit yang diakibatkan
faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
B. PERATURAN
KESEHATAN KERJA
Awal timbulnyaperaturan kesehatan kerja adanya kesewenang
wenangan majikan terhadap buruh dengan hal itu buruh, baik fisik maupun psikis
menjadi terganggu.
Di Indonesia
peraturan bidang kesehatan kerja diantaranya adalah:
1. Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1948, Undang-undang kerja
yang diberlakukan untuk seluruh Indonesia dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1951, Lembaran Negara 1951 Nomor 2.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1948, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 dan 13 Tahun 1950 yang diberlakukan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1951, Lembaran Negara 1951 Nomor 7.
C. PEKERJAAN
ANAK
Menurut
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1948 anak
tidak boleh menjalankan pekerjaan (pasal 2). Maksudnya pekerjaan yang
dijalankan oleh buruh untuk majikan dalam suatu hubungan kerja dengan menerima
upah. Oleh karena itu mengenai pekerjaan anak ini masih berlaku peraturan
warisan Pemerintah Hindia Belanda yakni Peraturan tentang pembatasan pekerjaan
anak dan pekerjaan wanita pada malam hari. Ada lagi yakni, peraturan tentang
pekerjaan anak dan orang muda di kapal.
Secara umum larangan mutlak larangan anak untuk melakukan pekerjaan ini
adalah tepat, sebab ada beberapa kerugian atau dampak negatif jika anak
melakukan pekerjaan, di antaranya adalah:
1.
Menghambat atau
memperburuk perkembangan jasmani maupun rohani anak
2.
Menghambat
kesempatan belajar bagi anak
3.
Dalam jangka
panjang perusahaan akan menderita beberapa kerugian apabila memperkerjakan
anak, misalnya kualitas produksi rendah, pemborosan dll.
D. PEKERJAAN
ORANG MUDA
Orang muda adalah orang laki-laki maupun perempuan yang
berumur di atas 14 tahun, akan tetapi di bawah delapan belas tahun (pasal 1
ayat 1 huruf c UU No 12 Tahun 1948).
Menurut
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1948 anak dilarang melakukan pekerjaan. Sedangkan
orang muda pada dasarnya boleh melakukan pekerjaan, hanya saja untuk menjaga
kesehatan dan perkembangan jasmani dan rohaninya , kebebasan untuk melakukan
pekerjaan tersebut dibatasi.
Ada
tiga larangan bagi orang muda untuk melakukan pekerjaan yang ditegaskan oleh UU
ini yaitu:
1.
Orang muda tidak
boleh menjalankan pekerjaan pada malam
hari
2.
Orng muda tidak
boleh menjalankan pekerjaan dalam tambang lobang di dalam tanah atau tempat
untuk mengambil logam dan bahan lain
3.
Orng muda tidak
boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan atau keselamatannya
E. PEKERJAAN
ORANG WANITA
Yang
dimaksudkan orang wanita disini adalah orang wanita dewasa. Berarti seorang
wanita yang telah berumur delapan belas tahun atau lebih (pasal 1 ayat (1)
huruf (b) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1948). Orang wanita yang berumur kurang dari 18 tahun termasuk orang
muda atau anak. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya
bagi kesehatan atau keselamatannya, demikian pula pekerjaan yang menurut sifat,
tempat dan keadaannya berbahaya bagi kesusilaannya (pasal 9 ayat 1).
F. WAKTU
KERJA
1. Pengertian
Waktu Kerja
Pengertian waktu kerja dijumpai dalam wegverkeersbeesluitverkeer en Waterstaat (peraturan
tentang lalu lintas di jalan), yaitu jangka waktu antara saat yang bersangkutan
harus ada untuk memulai pekerjaannya dan saat ia dapat meninggalkan
pekerjaannya untuk menikmati waktu istirahat untuk permulaan dan akhir waktu
kerja.
2. Pembatasan
Waktu Kerja
Semua ketentuan yang ad sebelum berlakunya UU No 12 Tahun
1948 di dalamnya terdapat ketentuan mengenai waktu kerja yang melebihi 7 jam
sehari dan 490 jam seminggu telah dinyatakan tidak berlaku oleh peraturan
pemerintah No 4 Tahun 1951.
3. Penyimpangan
Waktu kerja
Dalam keadaan tertentu seorang majikan diperkenankan
memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam seharu dan 40 dalam seminggu UU No 12
Tahun 1948 yang berbunyI:
Dimana
pada suatu waktu atau biasanya pada tiap waktu atau pada masa tertentu ada
pekerjaan yang bertimbun-timbun yang harus diselesaikan, boleh dijalankan
pekerjaan yang menyimpang dari yang ditetapkan pasal 10, akan tetapi waktu
kerja itu tidak boleh lebih dari 54 jam seminggu.
4. Kewenangan
Pemberian Izin Penyimpangan Waktu Kerja
PP No 13 Tahun 1950 memberikan kewenangan kepala jawatan
Pengawasan perburuhan untuk memberikan ijin kepada perusahaan yang penting
untuk pembangunan negara, engadakan aturan watu kerja yang menyimpang dari
pasal 10 ayat 1. Maksudnya adalah memberikan ijin untuk memperkerjakan buruh
lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Dalam ijin ini ditetapkan
syarat-syarat yang dipandang perlu misalnya:
a)
Setiap pekerja yang
dilakukan pada waktu istirahat mingguan dan atau hari raya resmi upah wajib dibayarkan
2 kali upah biasa satu jam dan seklebihnya dbayarkan 3 kali upah biasa satu
jam.
b)
Majikan wajib
memberikan kesempatan kepada buruh untuk makan
c)
Terhadap buruh muda
dan wanita hamil izin penyimpangan tidak berlaku
WAKTU ISTIRAHAT
Setelah
buruh menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus-menerus harus diadakan waktu
istirahat sekurang-kurangnya setengah jam lamanya (pasal 10 ayat 2). Tidak
hanya itu,contoh lainnya:
1. Istirahat
Mingguan
Tiap
minggu harus diadakan sekurang-kurangnya satu hari istirahat (Peraturan
Pemerintah No 13 Tahun 1950). Persoalannya adalah harusnya majikan membayar
upah buruh yang tidak bekerja tersebut. Tidak ada peraturan yang tegas
menentukan hal tersebut.
2. Hari
Libur
Buruh
tidak boleh menjalankan pekerjaan pada hari raya yang telah ditetapkan
pemerintah, kecuali jika pekerjaan menurut sifatnya haurs dijalankan terus pada
hari raya.
3. Istirahat
Tahunan
UU
No 13 Tahun 1948 buruhyang menjalankan pekerjaan untuk satu atau beberapa
majikan dari satu organisasi haurs diberi izin untuk beristirahat
sekurang-kurangnya dua minggu tiap tahun (pasal 14 ayat 1). Buruh berhak atas
istirahat tahunan tiap kali setelah ia mempunyai masa kerja 12 bulan
berturut-turut pada satu majikan dari satu organisasi majikan.
4. Istirahat
Panjang
Buruh
yang telah bekerja 6 tahun berturut-turut pada suatu atau beberapa majikan yang
tergabung dalam satu organisasi, mempunyai hak istirahat 3 bulan lamanya (pasal
14 ayat (2) UU No 12 Tahun 1948). Pasal ini diberlakukan.
5. Istirahat
Haid dan Hamil
Buruh
wanita tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dankedua waktu haid.
Maksudnya seorang buruh wanita boleh minta kepada majikan cuti haid pada hari
pertama dan kedua waktu haid. Jika buruh tidak merasakan haid sebagai halangan
untuk menjalankan pekerjaan, ia boleh menjalankan pekerjaan. Tetapi majikan
dilarang mewajibkan buruh melakukan pekerjaan pada hari pertama dan kedua.
G.
TEMPAT KERJA
Tempat kerja dan perumahan buruh yang disediakan oleh
majikan harus memenuhi syarat kesehatan dan kebersihan (pasal 16 ayat (1) UU No
12 Tahun 1948). Ditegaskan bahwa dalam peraturan pemerintah akan diadakan
aturan yang lebih lanjut tentang syarat-syarat kesehatan, kenyataannya belum
ada. Oleh sebaba itu pasal 16 belum dapat dilaksanakan.
Peraturan Perburuhan di Perusahaan Perisdustrian pasal 8
berbunyi: “kepala bagian perburuhan departemen sosial berhak untuk perusahaan
atau jenis perusahaan tertentu mengadakan ketentuan mengenai syarat kesehatan
dan kebersihan bagi tempat kerja mengenai syarat kesehatan dan kebersihan bagi
tempat kerja dan mengenai keadaan perburuhan”.
Pada Peraturan Menteri Perburuhan tersebut diatur secara
rinci syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh:
1.
Halaman
2.
Gedung
3.
Ruangan kerja
4.
Cahaya siang dan
penerangan buatan
5.
Dapur dan kamar
makan
6.
Alat perlengkapan
7.
Tempat mandi dan
kakus
KEAMANAN KERJA
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian
dengan mesin, pesawat alat kerja, bahan dan prosen bahan pengelolaannya,
landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Salah satu aspek penting sasaran keselamatan kerja, mengingat resiko bahayanya,
adalah penerapan teknologi, terutama teknologi mutakhir.
Tujuan
peraturan keamanan kerja adalah sebagai berikut:
1.
Melindungi buruh
dari resiko kecelakaan pada saat ia melakukan pekerjaan.
2.
Menjaga supaya
orang-orang yang berada disekitar terjamin keselamatannya.
3.
Menjaga supaya
sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan berdaya guna.
Di tempat-tempat kerja yang disebutkan dalam pasal 2 ayat
2, majikan diwajibkan melakukan usaha-usaha tertentu, yang disebut
syarat-syarat keamanan kerja. Ditetapkan syarat-syarat keamanan kerja ini
dimaksudkan untuk:
1)
Mencegah dan
menurangi kecelakaan
2)
Mencegah,
mengurangi dan memadamkan kebakaran
3)
Mencegah dan
mengurangi bahaya peledakan
4)
Memperoleh
penerangan yang cukup dan sesuai
5)
Memberi alat
perlindungan diri pada para pekerja
6)
Memperoleh
keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya.
7)
Memberi pertolongan
pada kecelakaan
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
A.
PENGERTIAN
Jaminan sosial pada buruh menitik beratkan perhatiaannya
kepada pembayaran yang harus diberikan kepada buruh pada waktu ia tidak
menjalankan pekerjaannya bukan karena kesalahannya.
Menurut UU No 3 Tahun 1992 Jaminan sosial tenaga kerja
adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang
sebagai pengganti sebagaian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan
pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja
berupa kecelakaan kerja, ssakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
B.
PENYELENGGARAAN
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
UU No 3 Tahun 1992 merupakan UU yang membicarakan
penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja. Pasal 3 ayat 1 program jaminan
sosial tenaga pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi. Dalam
ayat 2 bahwa setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja atas
jaminan sosial tenaga kerja. Penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja dibagi
2 yaitu:
1.
Untuk tenaga kerja
yang bekerja di dalam hubungan kerja (buruh)
2.
Untuk tenaga kerja di
luar hubungan kerja (pekerja) Pasal 4 ayat 1 bahwa program jaminan kerja wajib
dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di
dalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan UU.
C.
PROGRAM JAMINAN
SOSIAL TENAGA KERJA
Jaminan sosial tenaga kerja memeberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian
atau seluruh penghasilan yang hilang. Tekanan jaminan sosial terletak pada masa
depan tenaga kerja. Sebab siapapun mungkin sakit, mungkn cacat, mungkin tua,
dan pasti meninggal dunia. JAMSOSTEK mempunyai beberapa aspek di antaranya
adalah:
1.
Memberikan
perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja
beserta keluarganya.
2.
Merupakan
penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya
kepada perusahaan tempat mereka bekerja.
Ruang lingkup program JAMSOSTEK meliputi:
1.
Jaminan kecelakaan
kerja
Tenaga kerja
yang tertimpa kecelakaan berhak menerima jaminan kecelakaan kerja berupa
penggantian biaya meliputi:
a)
Biaya pengangkutan
tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja di rumah sakit dan atau kerumahnya
termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan.
b)
Biaya pemeriksaan,
pengobatan, dan atau perawatan selama di rumah sakit, termasuk rawat jalan.
c)
Santunan berupa
uang yang meliputi: 1. Santunan sementara tidak mampu bekerja. 2. Santunan
cacat sebagian untuk selama-lamanya 3. Santunan kematian
2.
Jaminan kematian
Tenaga
kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, keluarganya berhak
atas jaminan kematian. Dalam ayat 2 bahwa jaminan kematian meliputi:
a)
Biaya pemakaman,santunan
berupa uang
3.
Jaminan hari tua
Jaminan
hari tua dibayarkan sekaligus, atau berkala, atau sebagian dan berkala kepada
tenaga kerja karena:
a)
Telah mencapai usia
55 tahun
b)
Cacat total tetap
setelah ditetapkan oleh dokter. Apabila tenaga kerja meninggal dunia, jaminan
hari tua dibayarkan kepada janda atau duda atau anak yatim piatu.
Apabila tenaga kerja meninggalkan wilayah Indonesia untuk
selama-lamanya, pembayaran jaminan hari tua dilakukan sekaligus.
4.
Jaminan pemeliharan
kesehatan (pasal 16 ayat 1)
Dalam
pasal 16 ayat 1 UU No 3 Tahun 1992 ditegaskan bahwa:
a.
Tenaga kerja
b.
Suami atau istri
c.
Anak berhak
memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan.
Jaminan pemeliharaan kesehatan meliputi hal-hal sebgai
berikut:
a.
Rawat jalan tingkat
pertama, Rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan
pertolongan persalinan,penunjang diaknosis
D.
KEPESERTAAN JAMINAN
SOSIAL TENAGA KERJA
Pasal 17 UU No 3 Tahun 1992 menegaskan bahwa pengusaha
dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja.
Untuk mewujudkan kewajiban yang dibebankan oleh UU, terutama kewajiban
pengusaha. Pengusaha wajib memiliki daftar tenaga kerja beserta keluarganya,
daftar upah beserta perubahan-perubahan dan daftar kecelakaan kerja di
perusahaan yang berdiri sendiri. Pengusaha juga wajib menyampaikan data
ketenagakerjaan dan data perusahaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan
program JAMSOSTEK kepada Bahan Penyelenggara.
E.
IURAN DAN BESARNYA
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Penanggung (yang berkewajiban membayar) iuran jaminan
sosial tenaga kerja dibagi menjadi 2 yaitu:
1.
Iuran yang
ditanggung oleh pengusaha, Iuran yang ditanggung oleh pengusaha dan tenaga
kerja
Iuran yang ditanggung oleh pengusaha adalah.
a)
Iuran jaminan
kecelakaan kerja, Iuran jaminan kematian, Iuran jaminan pemeliharaan kesehatan
Sedangkan iuran yang ditanggung
oleh pengusaha dan tenaga kerja adalah iuran jaminan hari tua. Pengusaha wajib
membayar iuran dan melakukan pemungutan iuran yang menjadi kewajiban tenaga
kerja melalui pemotongan upah tenaga kerja serta membayarkan kepada Badan
penyelenggara.
F.
BADAN PENYELENGGARA
Penyelenggara program JAMSOSTEK dilakukan oleh badan
penyelenggara (UU No 3 Tahun 1992). Badan penyelenggara dimaksud adalah BUMN
yang dibentuk dengan peraturan per-uu-ngan yang berlaku. BUMN mengutamakan
pelayanan kepada peserta dalam rangka peningkatan perlindungan kesdejahteraan
tenaga kerja beserta keluarganya.
Badan penyelenggara wajib membayar JAMSOSTEK dalam waktu tidak lebih dalam
satu bulan. Yang dimaksudkan dengan tidak lebih dari satu bulan di sini adalah
ssetelah dipenuhinya syarat-syarat teknis dan administratif oleh pengusaha dan
tenaga kerja.
G.
KETENTUAN PIDANA
Dalam pasal 29 ayat 1 UU No 3 Tahun 1992 ditegaskan bahwa
barang siapa tidak memenuhi kewajiban. Diancam dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 6 bulan dan setinggi-tingginya Rp 50.000.000,00.
H.
PENYIDIKAN
UU No 3 Tahun 1992 menentukan bahwa ada dua penyidik yang
berwenang melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini, yaitu:
1.
Pejabat Polri.
2.
Pejabat PNS
tertentu di departement yang bertugas dan tanggungjawabnya meliputi ketenagakerjaan.
Mengenai penyidikan adalah yang diatur dalam UU No 8
Tahun 1981 tentang hukum acara pidana. Penyidik berwenang:
a.
Melakuakan
penelitian atas kebenaran laporan.
b.
Melakukan
penelitian terhadap orang atau badan yang melakukan tindak pidana di JAMSOSTEK.
c.
Meminta keterangan
dan barang bukti dari orang atau badan sehubungan dengan peristiwa tindak
pidana.
d.
Melakukan
pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terhadap barang bukti dan melakukan
penyitaan terhadap barang yang dijadikan barang bukti dalam perkara tindak
pidana.
e.
Melakukan tindakan
pertama pada saat ditempat kejadian sehubungan dengan tindak pidana.
I.
KETENTUAN PERALIHAN
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur program asuransi sosial
tenaga kerja, penyelelnggaraannya yang pada waktu UU ini mulai berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan (pasal 33 ayat 1 UU No 3 Tahun 1992).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar