“UMBUL JUMPRIT”
Pada sebuah kawasan yang agak mendatar, di antara
rerimbunan pohon, terlihat bangunan menyerupai candi. Langgam arsitekturnya
mirip dengan bangunan peninggalan Majapahit di Mojokerto (Jawa Timur). Bangunan
yang telah berumur ratusan tahun itu menjadi gerbang dari sebuah tempat yang
dikeramatkan. Tetapi ia bukanlah gerbang utama yang sudah dilalui sebelum tiba
di bangunan mirip candi tersebut. Di balik bangunan itulah terdapat Umbul
Jumprit. Air dari umbul ini juga dimanfaatkan penduduk sekitar untuk keperluan
sehari-hari, termasuk mengairi sawah dan kebun. Keberadaan umbul di antara
belantara hutan juga menghadirkan panorama alam yang sungguh indah. Benar-benar
menghibur hati ketika berada di antaranya.Mata air ini ridak pernah kering,
meski saat kemarau panjang. Airnya sangat dingin (walau pada siang hari) serta
sangat jernih, karena berasal dari sumber di pegunungan. Air inilah yang juga
“mengisi” sungai Progo.
Banyak peziarah yang bermeditasi dan
mandi kungkum di sini. Puncak keramaian perziarah biasanya terjadi pada dua
hari keramat “Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon”. Apalagi jika waktu sudah
meninggalkan pukul 24.00. Seusai kungkum, mereka membuang pakaian dalam sebagai
symbol membuang sial, sekaligus berharap rezeki baruba kaldatang. Malam 1 Suro
juga sangat ramai, didukung atraksi wisata di SendangSidukun, yaitu tradisi
Suran Traji dengan aneka ritual menebar Jimat Pengantin Lurah Traji. Upacara ini
sudah dilakukan ratusan tahun lalu, yaitu berupa kirab lurah. JUmprit juga
menjadi tempat yang disucikan umat Budha di Indonesia. Setiap berlangsung
upacara Trisuci Waisak di Candi Borobudur, air keberkahan selalu diambil dari
umbul tersebut. Biasanya pengambilan air suci dilakukan tiga hari sebelum
prayaan waisak. Berbagai tradisi yang masih lestari ini bisa dijadikan
salah satu modal pendukung wisata Jumprit. Air Jumprit dipercaya sebagian orang
bisa membuat awet muda, enteng rezeki, dekat jodoh dan sarana membuanag sial.
Di dekat mata air terdapat maka Ki Jumprit, sosok ahli di Kerajaan Majapahit,
yang selalu ramai dikunjungi peziarah untuk keperluan meditasi dan mandi
kungkum.
“SEJARAH DAN LEGENDA”
Dulu keberadaan Umbul Jumprit hanya
diketahui oleh kalangan tertentu saja. Tetapi sejak awal 1980-an, jumlah
pengunjung terus meningkat, terutama mereka yang ingin berziarah ke makam Ki
Jumprit dan mandi kungkum di Umbul Jumprit. Pada tanggal 18 Januari 1987,
Pemerintah Kabupaten Temanggung menentapkan Jumprit sebagai Kawasan Wanawisata.
Setahun kemudian, Kawasan itu diresmikan Gubernur Jawa Tengah (saat itu HM
Ismail).
Namun Jumprit sudah disebutkan dalam
serat Centini, terutama dikaitkan dengan legenda Ki Jumprit yang merupakan ahli
nujum di Kerajaan Majapahit. Ki Jumprit bukan hanya dikenal sakti mandraguna,
tetapi juga salah seorang putra Prabu Brawijaya, Raja Majapahit.
Dia
meninggalkan kerajaan, agar bisa mengamalkan ilmu dan kesaktiannya kepada
masyarakat luas. Perjalanan panjangnya berakhir di Desa Tegalrejo, Kecamatan
Ngadirejo Kabupaten Temanggung. Beberapa tokoh masyarakat meyakini, Ki Jumprit
adalah leluhur dari masyarakat Temanggung yang tersebar di lereng Gunung
Sindoro dan Sumbing. Namun hal ini masih memerlukan kajian mendalam, terutama dari
aspek kesejarahan.Yang pasti ada beberapa lokasi yang diyakini sebagai
petilasan KI Jumprit. Makamnya pun berada tak jauh dari Umbul Jumprit. Dua
lokasi inilah yang kerap dikunjungi peziarah, terutama komunitas tertentu yang
terbiasa melakukan tirakat.
Sebagai ahli nujum, Ki Jumprit
pernah meramal suatu saat nanti Temanggung akan menjadi daerah makmur. Sebagian
ramalannya terbukti benar. Petani di lereng Sumbing dan Sindoro relative hidup
berkecukupan melalui tanaman tembakau. Komoditas ini mulai popular sejak awal
tahun 1970-an. Tingkat pendidikan dan derajat kesehatan masyarakat di
Temanggung pun termasuk kelompok di Jawa Tengah, terutama jika dibandingkan
dengan Kabupan Meskipun komoditas tembakau tidak lagi secemerlang dulu,
kesejahteraan masyarakat Temanggung masih di atas rata-rata masyarakat Jawa
Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar